VISITORS

Flag Counter

Arsip Blog

Anshar Music

Mengoptimalkan Sistem Layanan Tertutup

Sekali pernah saya mengunjungi Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba, Jakarta, untuk mencari bahan referensi untuk membuat makalah. Meskipun telah sekitar dua bulan saya menjadi anggota, baru kali ini saya memanfaatkan layanan Perpustakaan Nasional. Pasalnya saya kurang menyukai perpustakaan yang memakai model tertutup untuk layanan peminjaman bukunya. Alasan pertama,waktu itu saya  belum mengetahui cara menggunakan katalog yang baik untuk penelusuran koleksi apalagi katalog dalam komputer. Yang kedua, setelah saya mengerti pun saya agak malas membolak-balik katalog, sementara belum tentu buku yang ditunjukan katalog sesuai dengan yang saya butuhkan. Yang terakhir, saya adalah termasuk pengguna yang merasakan kesenangan jika saya dapat melihat jajaran buku-buku dan sangat menikmati saat-saat mencari koleksi di rak koleksi. Hasilnya setahun saya menjadi anggota Perpustakaan Nasional, hanya satu kali saya menggunakan layanannya, dan itupun membuat saya kapok karena selain yang saya sebutkan di atas, petugas pencari buku pun lamban mencarikan koleksi yang saya kehendaki akibatnya saya harus menunggu sekitar 20 menit. Sia-sialah perjuangan saya mencari informasi di Perpustakaan Nasional dan terus terang saya menjadi agak malas berkunjung ke perpustakaan yang memakai sistem tertutup. Ketika saya menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan dan Infromasi barulah saya tahu bahwa hal demikian tentu tak mungkin terjadi apabila pengelolaan layanan dilakukan secara optimal.
Dalam bukunya yang berjudul “Pelayanan perpustakaan“ Drs. P. Sumardji menyebutkan bahwa ada dua tata kerja pelayanan peminjaman buku di perpustakaan yaitu sistem terbuka (open acces) dan sistem tertutup (close acces). Hampir sebagian besar perpustakaan menggunakan sistem terbuka dalam pelayanannya. Maksudnya bahwa pengunjung dapat secara langsung menemukan dan memperoleh buku-buku yang dibutuhkan pada tempatnya. Kelebihan sistem ini adalah bahwa pengunjung bebas memilih sendiri bahan pustaka  yang ada di perpustakaan sesuai dengan kebutuhannya, Perpustakaan dapat memberikan stimulus pada pengunjung untuk memilih, mencari, dan menemukan bahan pustaka yang dibutuhkan serta memberi kemudahan dalam pelayanan. Tetapi yang terjadi koleksi sering acak-acakan tidak sesuai dengan klasifikasinya karena pengunjung mengambil dan mengembalikan semaunya, sehingga banyak juga koleksi yang rusak akibatnya. Untuk itulah beberapa perpustakaan menggunakan sistem layanan tertutup untuk mengantisipasi hal tersebut. Dalam sistem tertutup pengunjung tidak dapat secara langsung masuk ke lokasi ruang koleksi perpustakaan. Seseorang yang menghendaki suatu koleksi harus mencarinya dulu dalam katalog atau alat penelusur lainnya kemudian petugas mencarikan koleksi yang dikehendaki pengunjung tersebut. Tentu saja kerapihan dan keamanan koleksi dapat lebih terjaga, karena tentunya petugas perpustakaan lebih mengetahui tata susunan koleksi perpustakaan. Akan tetapi layanan ini sering tidak memuaskan pengguna. Koleksi yang mereka cari ternyata tidak sesuai dengan yang dibutuhkan karena pencariannya hanya lewat judul buku atau nama pengarang di katalog. Pencarian koleksi oleh petugas terlalu lama dan pengguna mudah bosan. Akibatnya tujuan akhir jasa layanan perpustakaan yaitu untuk mencapai kepuasan pengguna tidak tercapai.
Lalu apa layanan ini tidak patut lagi untuk diadopsi? Tentu saja kedua layanan baik sistem terbuka maupun sistem tertutup mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tinggal bagaimana perpustakaan meminimalisir kekurangan-kekurangan tersebut.
Ketika pihak manajemen perpustakaan menentukan kebijakannya untuk menggunakan sistem terbuka atau tertutup dalam layanan perpustakaan tentunya mereka telah memahami konsekuensi-konsekuensi sistem layanan tersebut, sehingga berbagai antisipasi dapat dilakukan terutama pemenuhan fasilitas pendukung, sehingga kepuasan pengguna tetap menjadi tujuan utama. Sistem tertutup yang oleh beberapa perpustakaan  di Indonesia digunakan untuk memberikan pelayanan saat ini masih terhitung belum memuaskan pengguna. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya antisipasi dari pihak perpustakaan terhadap konsekuensi yang harus mereka jalani. Beberapa masalah yang muncul pada sistem layanan tertutup antara lain :
1.      Pemanfaatan perpustakaan oleh pengguna tidak optimal mengingat tidak semua pengguna, apalagi di Indoensia, paham tentang cara mencari koleksi lewat alat penelusuran baik cetak maupun elektronik.
2.      Alat penelusur yang tersedia sering tidak representatif terhadap isi koleksi karena hanya mencantumkan identitas buku secara umum.
3.      Akibat alat penelusur yang tidak representatif, pengguna sering kecewa dengan koleksi yang didapat karena tidak sesuai dengan yang dibutuhkannya.
4.      Petugas perpustakaan sering lama dalam menemukan koleksi, sehingga sering terjadi antrian pengguna.
Untuk memaksimalkan layanan sistem tertutup tentu saja pustakawan harus kreatif mencari penanganan-penanganan terhadap hal-hal tersebut sehingga kepuasan pengguna dapat tercapai. Ada beberapa hal yang menurut saya perlu menjadi perhatian dalam sistem tertutup, diantaranya :
1.      Alat penelusuran.
Umumnya perpustakaan yang memakai sistem tertutup menyediakan katalog untuk membantu pengguna mencari koleksi yang dibutuhkannya. Katalog ini biasanya berbentuk cetak ataupun elektronik. Katalog cetak disusun berdasarkan abjad di lemari katalog dan dibuat dalam beberapa kartu yaitu pengarang, judul, subyek, dan tambahan (bila pengarang lebih dari atu orang). Sedang katalog elektronik biasanya menggunakan memanfaatkan perangkat komputer dan software khusus seperti WIN ISIS, OPAC, dan lain-lain. Akat tetapi apapun bentuknya katalog sering tidak dimanfaatkan secara optimal. Katalog yang hanya berisi identitas buku berupa : judul buku, penerbit, kota terbit, tahun terbit, nomor klasifikasi, dan kolasi terkadang tidak representatif terhadap kebutuhan pengguna. Yang perlu diperhatikan bahawa tidak semua pengguna telah mengetahui judul buku apa atau pengarang siapa yang hendak mereka cari. Terkadang yang mereka cari adalah isi dari koleksi tersebut. Untuk itulah penting rasanya mencantumkan gambaran umum tentang isi buku. Katalog beranotasi yang mencantumkan gambaran umum tentang isi buku cukup representatitf dalam hal ini, atau bila memungkinkan alat penelusuran bisa berupa abstrak. Dengan demikian kemungkinan mendapat koleksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna dapat diminimalisir.
1.      Pengguna
Pengguna di Indonesia belum semua memahami fungsi dan pemanfaatan katalog atau alat penelusuran lainnya. Untuk itu pengguna terutama yang masih awam menjadi malas menggunakan jasa perpustakaan dengan sistem tertutup ini. Bahkan tingkat pendidikan pun tidak menentukan si pengguna mampu atau tidak memanfaatkan alat penelusuran baik cetak maupun elektronik. Untuk itulah pihak perpustakaan perlu menggunakan pendekatan khusus dalam memberikan bimbingan pada pengguna. Untuk perpustakaan umum, manual instruction harus dibuat agar berbagai jenis pengguna dapat memahaminya. Untuk itu statistik pengguna untuk menentukan frame of reference mereka perlu dilakukan. Untuk perpustakaan sekolah atau perguruan tinggi, kegiatan bimbingan dapat dimasukan dalam kegiatan belajar mengajar, mungkin dengan memasukan materi library skill dalam kurikulum. Yang paling penting bahwa pengguna selalu membutuhkan sesuatu yang dapat mempermudah dan mempercepat pekerjaan mereka.
1.      Petugas Perpustakaan
Sistem layanan tertutup menuntut petugas perpustakaan yang lebih aktif dalam melayani pengguna. Pendekatan face to face dalam membimbing pengguna terutama pada alat penelusuran akan lebih efektif mengingat perbedaan kemampuan pada tiap-tiap pengguna. Kedua, pengguna membutuhkan staff perpustakaan yang dapat membantunya dan meyakinkannya tentang koleksi yang dibutuhkan. Ketiga, pengguna merasa dihargai ketika koleksi yang dibutuhkannya dapat dengan segera ditemuka. Dalam hal ini, maka setiap staff perpustakaan harus benar-benar menguasai keterampilan teknis perpustakaan. Jumlah petugas pun harus disesuaikan dengan statistik pengunjung tiap harinya, sehingga antrian pengguna yang meminta dicarikan koleksi dapat diantisipasi. Yang paling penting adalah petugas perpustakaan harus benar-benar memahami tata susunan koleksi dan sistem klasifikasi yang digunakan perpustakaan. Penggunaan alat penelusuran yang berfrekuensi besar dalam sistem tertutup membutuhkan staff khusus yang dapat membantu pengguna menggunakan alat penelusuran tersebut.
Selain itu kiranya penting memperhatikan tata letak ruangan perpustakaan pada sistem tertutup. Antara ruang koleksi dan ruang penelusuran kiranya tidak berjauhan karena akan menyulitkan pengguna apabila ia hendak melakukan penelusuran lagi ketika membutuhkan koleksi tambahan. Ruang penelusur, ruang baca, dan ruang koleksi usahakan berdampingan dengan ruang penerangan, sehingga pengguna yang mengalami kesulitan dapat dengan mudah bertanya pada petugas.
Pilihan perpustakaan pada sistem tertutup atau sistem terbuka tentunya mempunyai tujuan masing-masing. Tata susunan koleksi dan kondisi koleksi mungkin mudah dikontrol dalam sistem layanan tertutup. Tapi perlu diingat, layanan perpustakaan tertutup lebih cocok diterapkan pada perpustakaan yang memiliki koleksi banyak dan mempunyai tujuan pelestarian pustaka. Segmen pengguna pada sistem tertutup cenderung kalangan terdidik, dalam artian mereka yang telah mengerti manfaat perpustakaan dan pemanfaatan koleksi. Sistem tertutup pada dasarnya dirancang untuk memanjakan pengguna dalam pencarian koleksi sehingga pengguna tak perlu pusing melihat jajaran buku yang banyak, untuk itu staff perpustakaan pun harus telah memenuhi standar profesional dalam pekerjaannya. Tuntutan kemudahan dan kecepatan yang belakangan cenderung dituntut pengguna di kota-kota besar, memungkinkan sistem layanan tertutup masih relevan menjadi pilihan.
Sumber Referensi
Brophy, Peter. Coulling, Kate. Quality Management For Information And Library Managers. New Delhi : Jaico Publishing House, 1997.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya, 2002.
Soeatminah. Perpustakaan, Kepustakawanan, dan Pustakawan. Yogyakarta : Kanisius,  1992.
Sumardji, P. Pelayanan Perpustakaan. Yogyakarta : Kanisius, 1995
Sumpeno, Wahyudin. Perpustakaan Masjid : Pembinaan dan Pengembangan. Bandung : Rosdakarya, 1994.

Terima kasih telah membaca artikel tentang Mengoptimalkan Sistem Layanan Tertutup di blog Anshar Share jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :